Wednesday, January 6, 2016

Dampak Negatif Masyarakat ekonomi Asean (MEA)




Dampak Negatif Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

Globalisasi berpengaruh dalam urusan ekonomi maupun politik suatu negara. Namun kenyataannya, globalisasi belum seluas itu. Kebijakan nasional dan ekonomi dalam negeri suatu negara masih menjadi hal utama dalam urusan ekonomi (Gilpin, 2001). Gilpin percaya bahwa negara-bangsa tetap menjadi aktor yang dominan dalam urusan ekonomi domestik maupun internasional. Seiring dengan perkembangan dunia, beberapa perubahan muncul, termasuk perubahan dalam aktivitas ekonomi negara. Globalisasi ekonomi menjadi kunci dalam perkembangan perdagangan, keuangan, dan investasi asing. Perdagangan internasional juga telah berkembang pesat. Dengan berkembangnya perdagangan tersebut, kompetisi internasional menjadi lebih ketat.





Regionalisme ekonomi merupakan respon negara terhadap permasalahan politik dan ekonomi global yang semakin kompetitif dan ketergantungan. Dengan membentuk kelompok regional, negara-negara lebih terintegrasi sehingga dapat meningkatkan kerja sama mereka untuk memperkuat posisi negara, mempromosikan tujuan politik maupun ekonomi negara, dan lain-lain. Pembentukan kelompok regional merupakan upaya masing-masing negara untuk memajukan negaranya masing-masing (Gilpin, 2001). Gilpin mengungkapkan tiga perspektif besar dalam ekonomi politik internasional. Tiga perspektif tersebut adalah liberalisme, marxisme dan nasionalisme. Dalam ekonomi politik internasional, liberalisme merupakan ideologi yang beranggapan bahwa pasar dan mekanisme bebas adalah elemen yang paling penting untuk mengatur hubungan ekonomi baik domestik maupun internasional dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi, efisiensi sebesar-besarnya dan kesejahteraan individu maupun sosial (Gilpin, 1987). Liberalisme menolak intervensi negara dala aktivitas perekonomian. Intervensi tersebut dianggap bahwa negara mengintervensi kebebasan individu atau perusahaan sebagai aktor yang berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Melalui perdagangan bebas dan investasi asing, negara dapat membuka hubungan perekonomian dengan negara lain sehingga dapat meningkatkan pembangunan ekonomi mereka.
Pendekatan liberalisme dikritisi oleh para pemikir marxisme. Marxisme berpendapat bahwa ekonomi kapitalis telah membagi masyarakat menjadi dua kelas, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Kelas borjuis merupakan kelas masyarakat yang memiliki alat-alat produksi sedangkan kelas proletar merupakan kelas masyarakat pekerja yang tidak memiliki alat-alat produksi (Burchil& Linklater, 1996). Marx menempatkan ekonomi menjadi prioritas utama daripada politik. Dalam ekonomi politik internasional, marxisme menganggap bahwa aktivitas ekonomi digerakkan oleh kelas tertentu yang menguntungkan kelas itu sendiri. Sehingga untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi, sebaiknya tercipta masyarakat antar kelas (Jackson& Sorensen, 1999). Bagi marxisme, pedagangan inernasional adalah suatu aktivitas dimana negara mengeksploitasi negara lain, sehingga untuk memecahkan masalah ini perlu pembatasan negara satu dengan yang lain atau bahkan pemutusan hubungan.
Pendekatan berikutnya adalah nasionalisme. Nasionalisme disebut juga sebagai merkantilisme. Gagasan utama pada perspektif nasionalisme adalah subordinasi aktivtas ekonomi ke dalam pencapaian kepentingan politik dan pembangunan negara (Gilpin, 1987). Ekonomi merupakan salah satu unsur penting kekuatan nasional (Morgenthau, 1978). Dengan demikian, kepentingan nasional dapat tercapai melalui aktivitas ekonomi. Ekonomi merkantilisme dibagi menjadi dua macam, yaitu merkantilisme begin dan merkantilisme malevolent. Dalam merkantilisme begin, suatu negara memandang kekuatan ekonomi digunakan sebagai alat perlindungan dan mempertahankan diri dari persaingan negara lain yang dianggap memiliki kekuatan besar (Gilpin, 1987). Sebaliknya, merkantilisme malevolent memandang kekuatan ekonomi merupakan kekatan yang dapat mengimbangi kekuatan politik dan militer. Sehingga masing-masing dapat saling melengkapi untuk menyerang kekuatan negara lain (Gilpin, 1987). Bagi nasionalis, perdagangan internasional merupakan aspek penting suatu negara untuk meningkatkan kekuatannya terhadap negara lain. Negara memiliki peraturan untuk membatasi kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk melindungi dan memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya.
Sesuai dengan globalisasi yang dikemukakan oleh Gilpin, globalisasi menimbulkan berbagai permasalahan politik, ekonomi, maupun teknologi. Perubahan-perubahan yang terjadi tidak dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat suatu negara. Sehingga untuk meminimalisasi permasalahan yang tejadi akibat dari globalisasi, memerlukan adanya kerja sama regional antar negara. Selain untuk meminimalisasi permasalahan, kerja sama regional juga bertujuan untuk meningkatkan politik dan ekonomi negara agar dapat bersaing dengan negara lain.
Salah satu contoh kerja sama regional antar negara adalah organisasi ASEAN. Semakin ketatnya persaingan ekonomi global membuat negara-negara anggota ASEAN membentuk sebuah agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Tidak hanya dalam lingkup ekonomi, ASEAN juga membentuk ASEAN Security Community dalam lingkup keamanan dan ASEAN Socio-Cultural Community dalam lingkup sosial budaya.
MEA 2015 akan diberlakukan mulai tanggal 31 Desember 2015. Bagi Indonesia sebagai pelopornya, MEA 2015 akan memberikan dampak positif maupun negatif terhadap masyarakat. Berdasarkan AEC blueprint, MEA 2015 memiliki empat pilar utama. Pertama, ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas. Kedua, ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindugan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce. Ketiga, ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam. Keempat, ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.
Sesuai dengan pilar MEA 2015, pembatasan dalam tenaga kerja profesional akan dihapuskan. Hal tersebut memberikan kesempatan tenaga kerja asing untuk masuk dalam lapangan kerja di Indonesia. Dampaknya adalah kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia semakin kecil. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas, Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika Online, 2013). Selain itu, kemampuan berbahasa tenaga kerja Indonesia juga masih dianggap kurang, dan kesiapan tenaga kerja Indonesia hanya bergantung pada mental (BBC Indonesia, 2014).
Dampak arus bebas investasi menimbulkan eksploitasi sumber daya yang ada di Indonesia oleh perusahaan asing. Apabila Indonesia tidak dapat menanganinya dengan baik maka eksploitasi besar-besaran akan membuat Indonesia mengalami kerugian. Selain itu, Indonesia juga masih bergantung pada impor barang luar negeri. Indonesia kebanyakan hanya mengekspor barang mentah atau barang setengah jadi. Apabila kegiatan ekspor-impor tersebut tidak dapat dijalankan dengan baik maka Indonesia akan diserbu oleh barang impor. Perusahaan Indonesia juga melemah karena tidak sanggup bertahan dengan serbuan barang impor.
Ketersediaan dan kualitas infrastruktur di Indonesia juga masih kurang. Jalur-jalur darat, air maupun udara untuk menghubungkan pulau-pulau di Indonesia dan Indonesia dengan negara lain belum memadai. Hal tersebut memberi dampak pada kelancaran arus ekspor dan impor di Indonesia.
Untuk mengurangi dampak-dampak yang dihasilkan oleh MEA 2015, menurut saya, Indonesia perlu membuat langkah-langkah seperti sistem ekonomi nasionalisme atau merkantilisme. Pemerintah Indonesia sebaiknya tetap ikut campur tangan dalam arus perdagangan internasional yang diberlakukan dalam MEA 2015. Dengan memberlakukan syarat terhadap barang maupun jasa yang masuk ke dalam Indonesia untuk melindungi perekonomian Indonesia.
Untuk menangani dampak arus bebas investasi, Indonesia dapat memberikan syarat bagi perusahaan-perusahaan yang ingin berinvestasi di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga perlu melindungi sumber dayanya terlebih dahulu agar tidak dieksploitasi oleh perusahaan asing. Indonesia juga perlu melindungi UMKM dari persaingan dalam perdagangan internasional. Perlindungan ini juga sebaiknya tidak berlebihan dalam membatasi aktivitas ekonomi perusahaan kecil maupun asing.
Selanjutnya, Indonesia juga perlu memberlakukan syarat-syarat tertentu terhadap tenaga kerja asing yang masuk ke lapangan kerja Indonesia. Indonesia juga sebaiknya memberikan pelatihan bagi tenaga kerja domestik agar tidak kalah saing di lapangan kerja pada saat diberlakukannya MEA 2015. Pembangunan infrastruktur di Indonesia perlu di selesaikan dengan baik agar tidak mengganggu jalannya arus ekspor-impor. Selain itu,pembangunan infrastruktur juga diperlukan untuk meningkatkan pendidikan masyarakat Indonesia agar lebih siap dalam menghadapi MEA 2015.



Kesimpulan

Globalisasi telah memberikan berbagai perubahan secara global dalam aspek ekonomi maupun aspek lain terhadap suatu negara. Untuk merespon perubahan tersebut perlu adanya kerja sama regional antar negara. ASEAN sebagai salah satu organisasi regional membentuk sebuah agenda MEA 2015 untuk meminimalisasi kerugian dari perubahan global. Namun, MEA 2015 juga memberi dampak negatif bagi Indonesia yang menjadi negara pelopor pembentukan MEA 2015. Untuk mengurangi dampak negatif dari MEA 2015, diperlukan perlindungan,pelatihan dan pembangunan masyarakat agar Indonesia lebih siap menyambut pelaksanaan MEA 2015


No comments:

Post a Comment